Senin, 30 Oktober 2017

PMII Dalam Refleksi Seorang Kader

PMII Dalam Refleksi Seorang Kader

    
   Bukan hal yang sepele menyebut diri seorang kader, meski banyak yang akan bersenang hati menganggapnya sebagai identitas yang prestisius, namun dengan sedikit menelisik lebih dalam berbagai definisi-definisi yang ada, maka mencoba memaknainya dengan pendekatan yang lebih subtansial bukanlah hal yang lancang, karena menurut saya kata tersebut bukan hanya untuk gelaran identitas seseorang sebagai bagian dari sebuah lembaga secara administratif-struktural, tetapi lebih kepada gelaran identitas untuk mereka yang senantiasa berkontribusi aktif membangun, mengembangkan, dan memajukan sebuah organisasi dengan kesadaran pengabdian yang tinggi, maka kader lebih kepada gelaran identitas untuk kualitas bukan sekedar  formalitas kelembagaan, maka menyebut diri sebagai seorang kader dari sebuah organisasi memiliki beban moril dan tanggung jawab intelektual dalam aksi yang nyata, berdasarkan diskursus tersebut maka aku tak tahu pasti apakah aku termasuk kader PMII dalam makna yang subtantif atau hanya dalam kaedah administratif.


    Kurang lebih Tiga tahun aku mengemban identitas sebagai kader salah satu organisasi mahasiswa terbesar di Indonesia ini (PMII), alasan awal ketika memilih PMII memang dilandasi oleh adanya kesamaan ideologi yaitu Ahlu Sunnah wal Jamaah yang menjadi pondasi bangunan organisasi ini, sehingga ketika kuberanjak menjadi seorang mahasiswa tak perlu berpusing-pusing untuk menentukan organisasi apa yang akan menjadi wadah mengembangkan kualitas kedirianku, mengingat masih mengakarnya dokmatisasi pesantren yang juga menganut faham Ahlu Sunnah wal Jamaah (Sunni) yang kemudian membentuk mentalitas dan nalar muda sebagai tempatku menyemai potensi diri, maka sebelum menjadi anggota pun kedekatan kultural dan spiritual telah menjadi magnet tersendiri yang akhirnya menyatukan aku sebagai seorang individu dengan PMII sebagai sebuah organisasi besar.

              (Poto kegiatan diskusi malam) 

    Memang dalam banyak kasus mereka yang bergabung di PMII awalnya karena faktor biologis dan dogmatis, ada karena dorongan orang tua atau anggota keluarga yang juga kader PMII atau seorang warga nahdliyyin (warga NU), ada karena keterikatan ideologis dengan almamater tempat ia pernah menimba ilmu yang berpaham Aswajah atau merupakan lembaga pendidikan di bawah naungan Nahdlatul Ulama, ada juga karena faktor kultural, misalnya dalam hal cara pandang dan praktek keagamaan (Tahlilan, barazanji, yasinan dsb) yang merupakan tradisi keagamaan yang selama ini dilestarikan oleh PMII, sehingga mereka merasa tidak asing dengan PMII, bahkan ada pula yang tidak memiliki kedekatan secara biologis, dogmatis, maupun kultural dengan PMII tetapi memiliki spirit perjuangan yang merupakan ruh ber-PMII, sehingga memutuskan untuk menjadikan PMII sebagai wadah yang akan menentukan keberhidupan intelektualitas dan spiritualitasnya.  Uniknya ada mahasiswa yang bergabung di PMII hanya karena mengikuti ajakan teman untuk menghadiri kegiatan Masa Penerimaan Anggota Baru (MAPABA), ada yang karena ingin membahagiakan dan tak ingin menyakiti hati senior karena menolak ajakannya, hingga yang hanya terpaksa ikut karena ancaman dan tendensi seniornya pula. Berbagai hal dan faktor pendorong tersebut hanya merupakan media dalam strategi dan tradisi kaderisasi yang selama ini dibangun, walaupun kualitas spirit bergabung di PMII akan mempengaruhi proses indoktrinasi dan ideologisasi, namun yang paling menentukan kualitas dan eksistensi seorang kader adalah proses ber-PMII yang akan menjadi corong seleksi dimana akan menentukan siapa yang telah siap dan memang belum siap untuk terlibat dalam proses pendewasaan nalar dan mental serta siapa yang akan menjadi pejuang dan siapa yang menjadi pecundang, sehingga tak dapat dipungkiri tidak semua yang pernah mengucap bai’at (sumpah) untuk mengabdikan diri kepada PMII tetap dalam konsistensinya untuk terlibat aktif dalam setiap agenda gerakan, ada yang sibuk dengan dunia akademik di bangku perkuliahan, ada yang terlena dengan dunia romantisme sebagai kaum muda, dan ada pula yang larut dalam candu hedonisme metropolitan, semua itu terjadi bukan semata-mata karena adanya human error, tetapi karena adanya pola yang perlu dibenahi dalam proses kaderisasi dan membuat setiap agenda organisasi memiliki daya tarik, sehingga mereka tak lagi merasa sebagai orang-orang yang terasing dari komunitas, tetapi sebagai bagian dari lembaga yang juga memiliki peran strategis, maka dengan kesadaran diri mereka akan senantiasa aktif dalam berbagai agenda dan kerja organisasi.

Menantikan Pemimpin Rahmatan lil' aalamiin

Rapat Tahunan Komisariat PMII Kom UIN Mataram

Mataram, 30 aktober 2017
        Panita Pelaksa Rapat Tahunan PMII  Komisariat Kom. UIN Mataram alhamdulillah sudah beranjak ke prifikasi berkas calon Ketua Kom selanjutnya dan hasil dari prifikasi berkas tiga calon lolos yaitu pasangan No urut 1 Agus Wahyudi, No urut 2 Usman Abidin,  dan No urut 3 Anas Assyarqowi untuk bertarung merebut kursi nomer satu PMII Kom. UIN Mataram.
        Harapan besar yang didengung dengungkan oleh Panitia Pelaksan Rapat Tahunan Komisariat (RTK) yaitu menantikan pemimpin yang Rahmatan Lil'aalamiin dalam menata PMII UIN Mataram kedepannya. Agar tetap sesuai dengan marwah organisasi dan tujuan organisasi yang termaktub dalam adrt organisasi PMII.
         Berdasarkan calon yang lolos untuk merebutkam kursi nomer satu PMII UIN Mataram rata rata yang pernah kami wawancarai dari ketiga calon itu mereka semata mata ingin memperbesarkan nama PMII di UIN Mataram dan ingin mengakomodir semua rayon PMII yang ada di UIN Mataram , memang benar dari niat suci dari semua calon yang akan maju dan sesuai apa yang dipesankan oleh senior senior PMII terdahulu yaitu cukup kalaian besarkanlah PMII insaalah engkau akan menjadi orang besar.

Minggu, 29 Oktober 2017

Pmii Rayon Sholahudin Al-Ayyubi Menyimak persilatan para calon ketua Kom. PMII UIN Mataram.


PMII Rayon Sholahuddin Al-Ayyubi tetap memantau persilatan para calon ketua Kom. PMII UIN Mataram. 


(Poto calon K. Kom PMII UIN Mataram)

Minggu, 29 Oktober 2017
        Rapat Tahunan Komisariat (RTK)  yang akan diselenggarakan pada tanggal 02 november 2017 oleh PMII Kom.  UIN Mataram insaallah akan terlaksa dengan baik sesuai harapan,  batas pengumpulan berkas calon K. Kom PMII UIN Mataram yaitu tepat pada 29 Oktober 2017 jam 24:00 yang dimana shabat Agus Wahyudi sebagai calon yang pertama yang mengumpulkan berkas rekomendasi dari Rayon Al-Ghazali kemudian disusul oleh Shabat Anas assarqowi dari Al-Afghani dan Shabat Usman dari Al-Fharabi.
       Bagai penulis sendiri Istilah regenerasi kepengurusan ataupun pergantian seorang pemimpin sudah menjadi aturan baku dan tradisi disetiap periode kepengurusan suatu badan, lembaga, maupun organisasi demi berlangsungnya sistem dan kinerja organisasi tertentu. Dikenal pula dengan sebutan pesta demokrasi dimana segala macam strata sosial, status pendidikan, dan latar belakang kehidupan seseorang tidak ada batasan perbedaan semua memiliki hak berdemokrasi yang sama, semua dapat menjadi seseorang yang memilih maupun dipilih.
       Senada juga apa yang dikatakan Maulana Yusup selaku Ketua Rayon PMII Sholahuddin Al-Ayyubi "Begitulah demokrasi...!!, Namun adanya kepentingan, tujuan, dan maksud tertentu dari berbagai golongan yang berbeda maka terselenggaranya pesta demokrasi akan sedikit berbeda pula dari tujuannya yakni terselenggarakannya kedaulatan dan terciptanya keadilan dan kesejahteraan. Intrik-intrik politik atau siasat untuk menangkan kepentingan dalam kontestasi berpolitik adalah salah satu dilematika yang terus menghantui dalam jalannya pesta demokrasi.
       Maka oleh sebab itu sampai detik ini kami masih menyimak percaturan para calon Ketua Kom. PMII UIN Mataram dengan tetap bisa menelaah sejauh mana jika ada kepentingan dibalik semua sketsa wajah para calon ketua, namun kami tetap menitipkan semua dipayung demokrasi akan tugas suci menjadi ketua Kom. PMII UIN Mataram sesuai harapan dan kepentingan kita bebersama.

Mataram 30/10/2017

Sabtu, 28 Oktober 2017

Refleksi Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928

     PMII Rayon Sholahuddin Al-Ayyubi
           Menyelenggarakan diskusi
Refleksi Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928

Jum'at 26 Oktober 2017
      Menjelang hari bersejarah dari perjuangan pemuda di NKRI ini yaitu hari Sumpah Pemuda,  maka dalam hal ini PMII Rayon Sholahuddin Al-Ayyubi Kom.  UIN Mataram menyelenggarakan diskusi refleksi sumpah pemuda yang memang diskusi ini merupakan rutinitas mingguan dari mahasiswa pergerakan.

     Senior Junaidi selaku pemateri dalam diskusi ini menegaskan bahwa,  Dalam mambahas Sumpah Pemuda yang jatuh pada tanggal 28 Oktober 1928 ini,  tak lengkap rasanya tanpa melibatkan pesatnya perkembangan teknologi informasi. Ketertarikan Sumpah Pemuda dan Teknologi Informasi, mulai dipahami secara salah kaprah dalam memandang sejarah panjang Sumpah Pemuda. Sumpah pemuda merupakan harapan bangsa. Harapan kedepan diharapkan pemuda bisa menguasai semua bidang,  dengan kemampuan yang kompetitif.
       Akan tetapi penulis menyadari bahwa nilai-nilai luhur berkehidupan berbangsa dan bernegara di zaman modern seperti sekarang sudah mulai pudar akibat pengaruh budaya asing.  Diakui ataupun tidak pesatnya perkembangan teknologi informasi begitu berdampak pada perubahan perilaku atas nilai-nilai luhur bangsa Indonesia sebagai Pemuda-Pemudi yang beradap.
        Sumpah pemuda merupakan refleksi jiwa perjuangan pemuda-pemudi masa kini untuk kembali merenungi gigihnya pemuda pemudi tempo dulu mati-matian memperjuangkan bangsa,  bahasa, tanah air Republik Indonesia. Untuk mengenal lebih jaih tentang Sumpah pemuda yang tercetus dalam kongres pemuda, akan tetapi perkembangan teknologi informasi isi sumpah pemuda tadi tersisih oleh perkembangan media sosial.
     Pada masa lalu ketika pemuda pemudi sibuk melawan penjajahan.  Pemuda-pemudi sekarang disibukkan dengan penyalah gunakan konten-konten teknologi, tanpa skalipun tergelitik untuk meneruskan pendahulunya. Walhasil pemuda-pemudi sekarang terbius segala bentuk layanan Media Sosial,  misalnua whatApp, twittet, path, telegram, facebook, lime, cacaotalk, beetalk, twoo dan permainan didalamnya.
      Generasi muda sekarang "diperalat" budaya asing dari pada mencintai kearifan budaya negeri sendiri. Hal ini dapat membuat generasi bangsa seakan-akan kehilangan identitas negara dan budayanya sendiri.
       Sebenarnya kemajuan Teknologi Informasi sangat liar biasa manfaatnya, akan tetapi jika disalah gunakan,  luar biasa juga dapak buruknya menghantarkan kepada kehancuran. Parahnya, karena sosmet orang mudah berselisih paham, saling bully sehingga bisnis prostitusi online.
      Sebagaimana diketahui pengaruh global teknologi akan mendatangkan identitas bangsa Indonesia yang matre, egois, individualis, vandalis, anarkis, feodalisme, hedonisme. Jika kita tinjau dari sosial saat ini adalah kejahatan jalanan.
     Refleksi yang bisa kita dapatkan dalam jiwa sumpah pemuda adalah jiwa spemuda yang serba ingin tahu, mencoba dan maji. Dengan memiliki pemuda yang cerdas, memberikan harapan bangsa ini mampu bersaing dengan negara lain. Apakah bangsa ini sudah mampu menciptakan pemuda-pemudi penerus bangsa atau belum?  Banyaknya pemuda yang terjerumus pergaulan bebas yang menyesatkan, seperti menkonsumsi obat-obatan terlarang (Narkoba), kemudian akses konten-konten terlarang dan pergaulan bebas hal ini menjadi tantangan kita semua untuk memeranginya.
     Dimulai dari Sumpah Pemuda ini singkirkan dusta diantara kita, saatnya pemerintah, tokoh agama, tokoh politik, lembaga swadaya masyarakat serta keluarga bahu membahu membentuk karakter pemuda-pemudi Indonesia yang berkualitas tidak sekedar "Pencitraan"semata.

28 Oktober 2017